Komisi II DPR dan Pemerintah Setujui Revisi UU Pilkada dan UU Pemda di Bawa Ke Paripurna
Komisi II DPR menyetujui perubahan UU No.1 Tahun 2015 tentang Pilkada dan UU No.2 Tahun 2015 tentang Pemda di bawa ke dalam pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna, Selasa besok (17/2).
Demikian dikatakan Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman, saat Komisi II DPR melakukan Raker dengan Menkumham Yasona H laoly, jajaran Kemendagri dan Kemenkeu, yang mengagendakan mendengarkan pandangan mini fraksi-fraksi, di Gedung DPR, Jakarta, Senin, (16/2).
Ditemui usai Raker, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mengatakan, revisi UU ini berasal dari Perppu, dan DPR bersama Komite I DPD dan Pemerintah membahas secara ‘maraton’ agar siap dibawa kedalam rapat Paripurna selasa besok.
Dihadapan wartawan Rambe juga menjelaskan, dalam pandangan mini fraksi ada beberapa hal yang disepakati bersama secara musyawarah dan mufakat didalam perubahan UU ini, diantaranya menyetujui memperpendek tahapan penyelenggaraan Pilkada.
“Kita perpendek secara keseluruhan menjadi 7 bulan, jadi tidak 17 bulan lagi seperti dahulu, coba dengan dengan waktu panjang begitu, gimana lelahnya,”ujar Rambe politisi dari Partai Golkar ini.
Selanjutnya, ujar Rambe, mengenai penyelenggara, DPR, Komite I DPD dan Pemerintah menetapkan penyelenggara Pilkada adalah KPU, “Dalam UU ini kita nyatakan saja KPU sebagai penyelenggaraanya, itu clear and clean, kecuali nanti ada UU yang menetapkan dibatalkannya KPU sebagai penyelenggara Pilkada,”terang Rambe.
Menyangkut uji publik, tambah Rambe, dalam UU Dasar tidak dinyatakan harus ada uji publik namun dilakukan secara demokratis, oleh karena itu istilah uji publik dihapus, namun urusan-urusan yang menyangkut dengan komitmen, integritas, dan kompetensi daripada calon itu adalah tanggung jawab yang mencalonkan.
“Yang mencalonkan adalah parpol dan gabungan parpol, dan diserahkan sepenuhnya oleh Parpol untuk mengatur bagaimana tahapan pengenalan kepada masyarakat, oleh karena itu ada tahapan sosialisasi oleh parpol yang ditentukan oleh parpol itu sendiri,”jelas Rambe.
Dalam perubahan UU ini, ujar Rambe, juga menetapkan dukungan melalui Kartu Tanda Penduduk (KTP) dinaikan antara 6,5 persen sampai dengan 10 persen.
Berikutnya, terang rambe, hal-hal yang disepakati bersama adalah mengenai efesiensi dan efektifitas Pilkada dalam satu putaran, “Memang dalam perubahan UU ini tidak dinyatakan dibuat satu putaran tapi suara terbanyak, jadi jelas suara terbanyak dalam putaran pemungutan suara itulah yang menang, tidak usah lagi ada rencana membuat kampanye dan putaran berikutnya,”tegasnya.
Pertimbangannya, kata Rambe, tidak ada korelasi partisipasi pemilih yang lama akan turun, maka dari itu demi efisiensi dan mempercepat semuanya dilaksanakan dengan suara terbanyak, “Memang makna pemilihan langsung kan intinya disana,”tambah Rambe.
Soal pasangan, Rambe menjelaskan, bahwa yang dipilih nanti bukan gubernur saja tetapi satu paket satu pasangan.
“Mengenai Petahana di politik dinasit, DPR, Komite I DPD dan Pemerintah didalam perubahan UU menyetujuinya, “Akhirnya jalan tengahnya kita setujui,”tegas Rambe.
Permasalah sengketa hasil Pilkada, jelas Rambe, dalam UU perubahan ini diputuskan melalui MK, “MK lah yang menurut kami paling siap menyelesaikan perselisihan hasil Pilkada, tentunya sambil menunggu terbentuknya peradilan khusus yang menangani sengketa Pilkada,”jelasnya.(nt) foto:ry/parle